This episode currently has no reviews.
Submit ReviewAngin punya posisi penting bagi sejarah panjang peradaban manusia. Sekitar 7000 tahun lalu, angin tercatat telah memutar baling-baling kapal di sepanjang Sungai Nil di Mesir. Di Cina, 200 tahun sebelum Masehi, hembusan angin telah memutar kincir sederhana dan membantu petani memompa air.
Sejak abad ke-20, angin telah menggerakan turbin dan menghasilkan listrik untuk rumah di Eropa dan Amerika Utara. Selain lebih murah, tenaga angin juga terbukti jauh lebih ramah terhadap lingkungan. Tapi mengapa Indonesia sepertinya sulit melakukan hal yang sama? Apa kita kekurangan angin?
Adi Surjosatyo, Guru Besar Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia, mengatakan potensi Indonesia sangat besar. Tapi, menurut dia, selama ini kita telah keliru dalam memandang tenaga angin.
Di Eropa, daerah kontinental, turbin angin dibuat besar karena angin besar. Tapi di daerah Indonesia, turbin angin harus kecil karena kondisi udara dan kelembapan air laut membuat angin di Indonesia kecil.
Rata-rata kecepatan angin di Indonesia dua kali lebih lemah dari angin di Eropa. Hanya sekitar 2,5 sampai 3 meter per detik. Kecepatan angin rendah, kincirnya pun harus kecil. Itulah yang dilakukan oleh Adi di Kampung Bungin, Muara Gembong, Bekasi. Dia bikin energi terbarukan dari angin untuk mengaliri listrik kampung nelayan tersebut.
Satu kincir angin setinggi 11 meter hanya butuh Rp 50 juta. Setelah memasang beberapa kincir di pinggir pantai, biarkan angin yang bekerja sepanjang waktu.
Edisi ke-29 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!
This episode currently has no reviews.
Submit ReviewThis episode could use a review! Have anything to say about it? Share your thoughts using the button below.
Submit Review