This podcast currently has no reviews.
Submit ReviewThis podcast currently has no reviews.
Submit ReviewPerubahan iklim bukan hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga mempengaruhi kelangsungan hidup masyarakat adat. Mereka berhadapan dengan berbagai tantangan terkait dengan pengaruh perubahan iklim pada sumber daya alam, kesehatan, kebudayaan, serta identitas.
Pada akhirnya, perubahan iklim dapat mempengaruhi kesejahteraan dan keberlangsungan hidup masyarakat adat serta dapat menyebabkan krisis identitas.
Perubahan iklim dapat mempengaruhi identitas masyarakat adat melalui berbagai aspek. Salah satu aspek yang signifikan adalah sumber daya alam yang menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat adat.
Contohnya, kekeringan atau bencana alam dapat menyebabkan kerusakan tanaman ataupun kematian hewan yang menjadi sumber makanan bagi masyarakat adat. Akibatnya, masyarakat adat harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Baca juga: Kearifan lokal bantu masyarakat adat beradaptasi terhadap dampak krisis iklim
Sementara itu, bagaimana perubahan iklim bisa menimbulkan krisis identitas untuk beberapa masyarakat adat?
Kami berbincang dengan Jangat Pico, pemuda Kader Sokola Rimba dan Nelce Etifera Assem, Ketua Eco Defender Jayapura mengenai bagaimana perubahan iklim memicu adanya krisis identitas ditengah masyakarakat adat.
Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Perubahan iklim tidak hanya memengaruhi lingkungan, tetapi juga dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis manusia. Mulai timbulnya perasaan takut kekurangan tempat tinggal yang layak, hingga situasi masa mendatang menimbulkan kecemasan yang cukup serius.
Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat mengganggu kesehatan mental, yang dikenal sebagai eco-anxiety. Meskipun eco-anxiety bukanlah gangguan mental yang diakui secara resmi, tapi efeknya dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis individu yang mengalaminya.
Seperti apa penjelasan mendalam tentang eco-anxiety ini?
Kami berbincang dengan Trevino Pakasi, pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Universitas Indonesia, tentang bagaimana kecemasan lingkungan menjadi permasalahan yang harus diperhatikan secara serius, khususnya bagi anak muda.
Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial maupun ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Indonesia berperan penting menjaga ekosistem global, terutama ekosistem gambut yang memiliki manfaat yang beragam. Dalam hal ini, Indonesia menjadi negara kedua dengan lahan gambut terluas di dunia sekitar 20 juta hektar.
Keberadaan lahan gambut memberikan banyak manfaat bagi manusia, salah satunya sebagai tempat menanam sagu yang menjadi sumber pangan masyarakat sekitar. Selain itu, gambut juga memiliki kemampuan untuk menyerap CO2 dalam jumlah yang sangat besar, untuk menyeimbangkan emisi gas rumah kaca di atmosfer Bumi.
Sayangnya, hingga saat ini banyak lahan gambut yang rusak dan terbakar. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove menyatakan hanya 4,02 juta hektare atau rusak-sangat-berat-di-indonesia-luasnya-206-935-hektare.html?v=1658709796">16% dari total luas kawasan gambut Indonesia yang masih dalam kondisi baik. Sisanya rusak ringan hingga sangat berat.
Baca juga: Kehilangan gambut berarti kehilangan aset Indonesia berusia 13 ribu tahun
Untuk membahas betapa pentingnya kita peduli terhadap keberadaan gambut, kami berbincang dengan Wahyu Perdana, juru kampanye dari Pantau Gambut, sebuah organisasi non pemerintah yang berfokus pada riset, advokasi, dan kampanye untuk perlindungan dan kelestarian lahan gambut di Indonesia.
Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial & ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Indonesia memiliki tujuan besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pemanfaatan energi terbarukan. Tujuannya adalah untuk mencapai kondisi net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060.
Melalui pemakaian sumber energi yang ramah lingkungan, Indonesia diharapkan dapat membantu meredam laju perubahan iklim melalui pengurangan emisi sektor energi.
Saat ini, sektor energi masih menjadi penyumbang terbesar dalam emisi gas rumah kaca di Indonesia. Sektor ini menyumbang sekitar 40% dari total emisi karbon nasional atau sekitar 450 juta ton setara CO2 per tahun.
Sayangnya, meski Indonesia memiliki sumber energi terbarukan seperti surya, air, angin, dan biomassa yang melimpah, pemakaian bahan bakar fosil dalam sektor energi masih mendominasi.
Baca juga: Mengapa seretnya investasi energi bersih berbahaya bagi keanekaragaman hayati Indonesia
Untuk mengulas bagaimana penggunaan energi terbarukan di Indonesia, kami berbincang dengan Grita Anindarini, Deputi Direktur Bidang Program di Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL).
Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial & ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Revolusi Industri pada akhir abad ke-18 membawa perubahan yang sangat besar di dunia, khususnya dalam hal teknologi dan produksi. Mesin-mesin industri yang bermunculan dalam skala besar mampu menghasilkan barang secara massal dan efisien.
Peningkatan produktivitas yang terjadi di era ini berdampak positif bagi perekonomian dunia. Dengan jumlah produksi yang lebih banyak, penawaran barang bertambah dan permintaan masyarakat bisa terpenuhi dengan lebih baik. Sehingga, tingkat kesejahteraan pun meningkat.
Namun, pada saat yang sama, Revolusi Industri juga menimbulkan berbagai dampak negatif. Salah satu yang terbesar adalah pencemaran udara, air, dan tanah yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
Dampak ini tak terlihat dalam jangka pendek. Tetapi dalam jangka panjang, imbas perubahan iklim semakin terasa dan bahkan meningkatkan biaya hidup sehari-hari.
Untuk mengulas bagaimana perubahan iklim dapat menggerus keuangan masyarakat, kami berbincang dengan Retno Suryandari, peneliti di Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada.
Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial & ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Perubahan iklim merupakan masalah global yang perlu mendapatkan perhatian serius dari masyarakat dunia. Dampak perubahan iklim sangat beragam: kerusakan ekosistem, penurunan keanekaragaman hayati, serta kesejahteraan manusia.
Tahun 2023 dibuka dengan badai dingin yang membekukan Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang. Sementara, Eropa mencatatkan rekor terpanas dalam sejarah. Kita juga terkejut dengan fenomena tanah Arab yang menghijau.
Apakah kiamat sudah dekat? Yang jelas banyak ilmuwan sudah lama memprediksi cuaca ekstrem bakal kian marak.
Lalu apa yang bisa anak muda lakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim? Hingga saat ini masih banyak orang yang meremehkan dampak perubahan iklim dan mengabaikan perlunya tindakan untuk mengatasi masalah ini.
Untuk membahas permasalahan ini, kami berbincang dengan peneliti ekonomi internasional dan politik lingkungan Universitas Katolik Parahyangan, Stanislaus Risadi Apresian, tentang bagaimana cara untuk ikut berpartisipasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin parah.
Dengarkan obrolan lengkap tentang sumber daya alam, energi terbarukan, dan dampak sosial & ekonomi akibat perubahan iklim dalam siniar (podcast) Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Pengetahuan ilmuwan sebelumnya hanya meyakini dua spesies manusia yang datang ke Indonesia - yakni manusia purba atau Homo erectus (berdasarkan riset terbaru sekitar 1,3 juta - 600 ribu tahun lalu), dan juga manusia modern atau Homo sapiens (mulai sekitar 70 ribu tahun lalu)
Namun, hal tersebut berubah sejak 2004 ketika sebuah tim Indonesia-Australia mengumumkan penemuan sisa manusia purba lain yaitu Homo floresiensis atau kerap dipanggil si “Hobbit” di Flores, Nusa Tenggara Timur.
Penemuan ini mengguncang komunitas peneliti arkeologi dan paleontologi saat pertama kali ditemukan.
Selain ukuran bagian tubuhnya yang cukup kecil dengan karakter biologis yang bahkan lebih purba dari Homo erectus, sisa Homo floresiensis ini juga ditemukan di kepulauan Indonesia tengah atau “Wallacea” - daerah perairan dalam yang terisolasi oleh arus laut yang kuat sehingga sangat menyulitkan migrasi manusia purba dari barat maupun timur.
Bagaimana cerita seru penemuannya di Flores, dan bagaimana penemuan si ‘Hobbit’ ini mengubah wawasan kita tentang pola evolusi dan migrasi manusia?
Untuk menjawab hal tersebut, kami berbicara dengan Thomas Sutikna, arkeolog di University of Wollongong, Australia yang juga merupakan salah satu anggota tim legendaris yang menemukan Homo floresiensis.
Bagaimana lengkapnya? Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir, dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Salah satu metode pengobatan yang kini sedang banyak diteliti untuk menyembuhkan berbagai penyakit manusia adalah terapi stem cell, atau “sel punca”.
Stem cell adalah sel yang memiliki kemampuan untuk regenerasi dan bahkan berkembang menjadi berbagai sel khusus seperti sel otak dan hati.
Ini membuat stem cell memiliki potensi tinggi dalam memulihkan cedera atau kerusakan organ tubuh.
Meskipun masih butuh banyak penelitian dan uji klinis (di negara maju sedang gencar dilakukan riset stem cell untuk mengobati kondisi neuro-degeneratif seperti Alzheimer), terapi stem cell telah digunakan secara terbatas dalam pengobatan penyakit terkait darah seperti leukimia atau berbagai bentuk penyakit tulang.
Bagaimana stem cell bekerja, apa saja potensi maupun kontroversinya, serta bagaimana masa depan dari metode pengobatan ini?
Untuk menjawabnya, pada episode ini Sains Sekitar Kita berbicara dengan Berry Juliandi, peneliti stem cell di IPB University, Bogor.
Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir, dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Ilmu fisika modern telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak tahun 1915, ketika Albert Einstein menerbitkan sebuah konsep yang dikenal dengan Teori Relativitas Umum - seperangkat rumus yang menjelaskan cara kerja gravitasi dan hubungannya dengan pergerakan cahaya serta berbagai benda di alam semesta.
Salah satu cabang ilmu fisika tersebut adalah cosmology.html">kosmologi, yang mempelajari tentang awal dan akhir alam semesta.
Ilmuwan mempelajari hal tersebut dengan meneliti berbagai fenomena di alam semesta seperti radiasi sisa ledakan “Big Bang”, lubang hitam, gelombang gravitasi, hingga “dark energy” (“energi gelap”).
Dengan berbagai kemajuan ilmiah tersebut, pengetahuan apa yang kita miliki saat ini tentang kondisi alam semesta, asal usulnya, hingga takdir akhirnya nanti?
Untuk menjawabnya, Sains Sekitar Kita pada episode ini berbicara dengan Husin Alatas, Guru Besar dan Kepala Divisi Fisika Teori di IPB University, Bogor.
Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir, dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
Di masa depan, elektrifikasi dan pengembangan energi terbarukan menjadi semakin penting.
Berbagai negara di dunia termasuk Indonesia kini mencari berbagai cara untuk mendukung infrastruktur dan transportasi dengan energi yang semakin hijau, semakin efisien, dan semakin tahan lama.
Kementerian Perindustrian, misalnya, menargetkan produksi kendaraan di Indonesia terdiri dari 20% mobil listrik pada tahun 2025, dengan harapan pada 2040 akan naik menjadi 40%.
Untuk mendukung visi ini, Indonesia membutuhkan industri baterai nasional yang maju untuk menyediakan berbagai komponen material dan teknologi baterai.
Pada episode ini, Sains Sekitar Kita berbicara dengan Evvy Kartini, seorang peneliti senior di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan pendiri bri.org">Institut Riset Baterai Nasional (N-BRI).
Bagaimana perjalanan karir risetnya hingga pendirian institut tersebut? Dan apa langkah selanjutnya untuk mengembangkan industri baterai di Indonesia dalam beberapa tahun kedepan?
Dari riset tentang epidemiologi, korupsi, sains data, kosmologi, kebijakan kemiskinan, hingga energi nuklir - dengarkan jawabannya dalam Sains Sekitar Kita di KBR Prime, Spotify, dan Apple Podcasts!
This podcast could use a review! Have anything to say about it? Share your thoughts using the button below.
Submit Review