Pembelajaran sains, mengapa begitu dogmatis?
Publisher |
The Conversation
Media Type |
audio
Categories Via RSS |
Science & Medicine
Publication Date |
Jan 21, 2019
Episode Duration |
00:05:46
20190120-100276-hejnjp.jpg?ixlib=rb-1.1.0&q=45&auto=format&w=496&fit=clip"> Kwanchai.c/Shutterstock

Indonesia mengalami darurat kualitas pembelajaran sains.

Sebagian besar lulusan sekolah menengah atas, belum menguasai matematika sederhana (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian angka sederhana), kemampuan yang semestinya telah dikuasai saat sekolah dasar.

Apa yang salah dengan pendidikan sains di Indonesia?

Intan Suci Nurhati, peneliti iklim dan kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), punya kenangan kurang baik terhadap pelajaran sains di SMA. Walau dia belajar ilmu pengetahuan alam, gurunya tidak pernah mengajarkan tentang El Niño–Osilasi Selatan (ENSO). Padahal, menurut dia, ENSO merupakan siklus alam dan fenomena iklim terbesar abad ke-21.

Fisikawan LIPI Suharyo Sumowidagdo mengkritik pengajaran sains di Indonesia yang dogmatis. Sangat sedikit diterangkan atau bahkan tidak pernah dijelaskan bagaimana asal usul suatu konsep dasar ilmu pengetahuan. Bertahun-tahun siswa mendengarkan penjelasan guru tentang rumus-rumus fisika, kimia, dan matematika. Apa itu belum cukup? Menurut Suharyo, dampak pelajaran sains akan lebih terasa jika siswa banyak bereksperimen sederhana.

Karena itu, metode pembelajaran pendidikan sains di sekolah harus segera dibenahi.

Edisi ke-42 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ihsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

The Conversation
Sangat sedikit diterangkan atau bahkan tidak pernah dijelaskan bagaimana asal usul suatu konsep dasar ilmu pengetahuan.

This episode currently has no reviews.

Submit Review
This episode could use a review!

This episode could use a review! Have anything to say about it? Share your thoughts using the button below.

Submit Review